.

Senin, 26 September 2011

Tauhid adalah Prinsip Dasar Agama Samawi (Tuhan)

Tauhid adalah Prinsip Dasar Agama Samawi (Tuhan), Merujuk kepada Al-Quran, dapat kita temukan bahwa para Nabi dan Rasul selalu membawa ajaran tauhid.

Kami tidak mengutus seorang Rasul pun sebelum kamu, kecuali Kami wahyukan kepadanya bahwa tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku (QS Al-Anbiya' [2l]: 25).

Wahai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya.
Demikian ucapan Nabi Nuh, Hud, Shaleh dan Syu'aib yang diabadikan Al-Quran masing -masing secara berurut dalam surat Al-A'raf (7): 59. 65. 73. dan 85. Demikian juga ajaran yang diterima Musa a.s. langsung dari Allah :

Aku yang memilihmu, maka dengarkan dengan tekun apa yang akan diwahyukan (padamu): "Sesungguhnya Aku adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku. Sembahlah Aku, dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku" (QS Thaha [20]: l3-l4).
Nabi Isa a.s. juga mengajarkan prinsip ini kepada umatnya:

Isa berkata (kepada Bani Israil), "Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu" Sesungguhnya siapa yang mempersekutukan-Nya maka Allah mengharamkan baginya surga, dan tempatnya adalah neraka. Tiada penolong bagi orang-orang yang aniaya (QS Al-Ma-idah [5]: 72).
Namun, walaupun semua nabi membawa ajaran tauhid, terlihat melalui ayat-ayat Al-Quran bahwa ada perbedaan dalam pemaparan mereka tentang prinsip tauhid. Jelas sekali bahwa Nabi Muhammad Saw. melalui Al-Quran diperkaya oleh Allah dengan aneka penjelasan dan bukti serta jawaban yang membungkam siapa pun yang mempersekutukan Tuhan.
Allah Swt. menyesuaikan tuntunan yang dianugerahkan kepada para Nabi-Nya sesuai dengan tingkat kedewasaan berpikir umat mereka. Karena itu hampir tidak ada bukti-bukti logis yang dikemukakan oleh Nabi Nuh kepada umatnya, dan pada akhimya setelah mereka tetap membangkang, jatuhlah sanksi yang memusnahkan mereka:

Maka topan membinasakan mereka, dan mereka adalah orang-orang aniaya (QS Al-'Ankabut [29]: l4).

Ketika tiba masa Nabi Hud a.s.-yang masanya belum terlalu jauh dari Nuh-pemaparan beliau hampir tidak berbeda, tetapi di sana sini telah jelas bahwa masyarakat yang diajaknya berdialog, memiliki kemampuan berpikir sedikit di atas umat Nuh. Karena itu, pemaparan tentang tauhid yang dikemukakan oleh Hud a.s. disertai dengan peringatan tentang nikmat-nikmat Allah yang mereka dapatkan. Dalam rangkaian ayat-ayat yang mengingatkan mereka akan keesaan Allah, Hud mengingatkan:

Ingatlah (nikmat Allah) oleh kamu sekalian ketika Allah menjadikan kamu sebagai pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah lenyapnya kaum Nuh; dan Tuhan melebihkan kekuatan tubuh dan perawakanmu (daripada kaum Nuh), maka ingatlah nikmat -nikmat Allah supaya kamu mendapat keberuntungan ( QS Al-A'raf [7]: 69, dan juga dalam QS Al-Syu'ara' [26]: 123-140).

Nabi Shaleh yang datang sesudah Nabi Hud a.s. lebih luas dan rinci penjelasannya, karena wawasan umatnya lebih luas pula. Mereka misalnya diingatkan tentang asal kejadian mereka dari tanah atau tugas mereka memakmurkan bumi (QS Hud [11]= 6l).
Akal yang mampu mencerna dapat memahami bahwa asal kejadian manusia berasal dari tanah-dalam arti bahwa sperma yang dituangkan ke rahim istri berasal dari makanan yang dihasilkan oleh bumi. Manusia yang memiliki akal yang dapat mencerna ini atau walau hanya memahaminya secara umum, pastilah lebih mampu dari mereka yang sekadar dipaparkan kepadanya nikmat-nikmat Ilahi, sebagaimana halnya kaum Hud dan Nuh. Di samping itu ada bukti lain yang dikemukakan Nabi Shaleh :

Dan kepada Tsamud (Kami mengutus) saudara mereka Shaleh. Dia berkata, "Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang bukti yang sangat nyata kepadamu; unta betina Allah ini sebagai bukti untuk kamu " (QS Al-A'raf [7]: 73).

Ketika tiba masa Syu'aib. ajakan dakwahnya lebih luas lagi, melampaui batas yang disinggung oleh ketiga Nabi sebelumnya. Kali ini ajaran tauhid tidak saja dikaitkan dengan bukti-bukti, tetapi juga dirangkaikan dengan hukum-hukum syariat.

Dan kepada penduduk Madyan (Kami mengutus} saudara mereka Syu 'aib. la berkata, "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Maka sempurnkanlah takaran dan timbangan, dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu membuat kerusakan di bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, jika kamu benar-benar orang yang beriman" (QS Al-A'raf [7]: 85).

Ayat ini bahkan menggugah jiwa dan menuntut mereka untuk membangun satu masyarakat yang penuh dengan kemakmuran dan keadilan.

Setelah itu, datang ajakan Nabi Ibrahim. yang merupakan periode baru dari tuntunan tentang Ketuhanan Yang Maha Esa. Nabi Ibrahim a.s. dikenal sebagai Bapak Para Nabi", "Bapak Monoteisme", serta "ProkIamator Keadilan Ilahi" karena agama-agama samawi terbesar dewasa ini merujuk kepada agama beIiau.

Ibrahim a.s. menemukan dan membina keyakinannya melaIui pencarian dan pengalama-pengalaman keruhanian yang dilaIuinya dan hal ini-secara Qurani-terbukti bukan saja daIam penemuannya tentang keesaan Tuhan seru sekalian alam. sebagaimana diuraikan dalam surat Al-An'am ayat 75, tetapi juga dalam keyakinan tentang hari kebangkitan.

Menarik untuk diketahui bahwa beliaulah satu-satunya Nabi yang disebut Al-Qur'an bermohon kepada Allah untuk diperlihatkan bagaimana cara-Nya menghidupkan yang mati, dan permintaan beIiau itu dikabulkan Allah (QS Al-Baqarah [2]: 260).

Para ilmuwan seringkali berbicara tentang penemuan-penemuan manusia yang mempengaruhi atau bahkan mengubah jaIannya sejarah kemanusiaan. Tetapi, seperti ditulis Abbas Al-'Aqqad dalam Abu Al-Anbiya': "Penemuan yang dikaitkan dengan Nabi Ibrahim a.s. merupakan penemuan manusia yang terbesar, dan yang tidak dapat diabaikan oleh para ilmuwan atau sejarawan. la tidak dapat dibandingkan dengan penemuan roda, api, listrik, atau rahasia-rahasia atom betapapun besarnya pengaruh penemuan-penemuan tersebut yang semua itu dikuasai oleh manusia.

Penemuan Ibrahim menguasai jiwa dan raga manusia. Penemuan Ibrahim menjadikan manusia yang tadinya tunduk kepada alam menjadi mampu menguasai alam. serta menilai baik buruknya. Penemuan manusia dapat menjadikannya berlaku sewenang-wenang. tetapi kesewenang-wenangan ini tidak mungkin dilakukannya selama penemuan Ibrahim a.s. tetap menghiasi jiwanya. Penemuan tersebut berkaitan dengan apa yang diketahui dan tidak diketahuinya, berkaitan dengan kedudukannya sebagai makhluk. dan hubungan makhluk ini dengan Tuhan. alam raya. dan makhluk- makhluk sesamanya."
Karena itu ketika memaparkan tauhid kepada umatnya, Nabi mulia ini tidak lagi berkata sebagaimana Nabi-nabi sebelumnya berkata.

"Sembahlah Allah, kalian tidak memiliki Tuhan selain-Nya", tetapi dinyatakannya.

Sembahlah Allah dan bertakwalah kepada-Nya, yang demikian itu lebih baik untukmu kalau kamu mengetahui (QS Al-'Ankabut (291: 16).


Dan dinyatakannya bahwa Tuhan yang disembah adalah Tuhan seru sekalian alam. bukan Tuhan suku. bangsa. dan jenis makhluk tertentu saja.

Sesungguhnya Aku menghadapkan wajahku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan (QS Al-An'am [6]: 79).

Dia (Ibrahim) berkata (kepada kaumnya), "Sebenarnya Tuhan kamu adalah Tuhan seluruh langit dan bumi yang telah menciptakannya, dan aku termasuk orang-orang yang dapat memberikan bukti atas yang demikian itu" (Qs Al-Anbiya' [21]: 56).

Terlihat juga dari Al-Qur'an bagaimana beliau "berdiskusi" dengan umatnya dalam rangka membuktikan kesesatan mereka. dan menunjukkan kebenaran akidah tauhid (antara lain surat Al-Anbiya' [21]: 51-67).

Demikianlah tahap baru dalam uraian tauhid. dan karena itu seperti ditulis oleh Abdul Karim Al-Khatib dalam buku karyanya. Qadhiyat Al-Uluhiyyah baina Al-Falsafah waAd-Din sejak Nabi Ibrahim. sampai dengan nabi-nabi sesudahnya tidak dikenal lagi pemusnahan tota1 bagi umat satu Nabi sebagaimana yang terjadi terhadap umat-umat sebelumnya.

Pemaparan tauhid pun dari hari ke hari semakin mantap dan jelas hingga mencapai puncaknya dengan kehadiran Nabi Muhammad Saw.

Uraian Al-Qur'an tentang Tuhan kepada umat Nabi Muhammad Saw, dimulai dengan pengenalan tentang perbuatan dan sifat-Nya. Ini terlihat secara jelas ketika wahyu pertama turun.

Bacalah demi Tuhan-Mu yang menciptakan (segala sesuatu). Dia telah menciptakan manusia dari 'alaq. Bacalah dan Tuhanmulah yang (bersifat) Maha Pemurah, yang mengajar manusia dengan qalam, mengajar manusia apa yang tidak diketahui-(nya) (QSAl-'Alaq [96]: 1-5).

Dalam rangkaian wahyu-Wahyu pertama, Al-Quran menunjuk kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan kata Rabbuka (Tuhan) Pemeliharamu (Wahai Muhammad). bukan kata "Allah".
Hal ini untuk menggarisbawahi Wujud Tuhan Yang Maha Esa, yang dapat dibuktikan melalui ciptaan atau perbuatan-Nya.

Dari satu sisi memang dikenal satu ungkapan yang oleh sementara pakar dinilai sebagai hadis Qudsi yang berbunyi:

Aku adalah sesuatu yang tersembunyi, Aku berkehendak untuk dikenal, maka Kuciptakan makhluk agar mereka mengenal-Ku.

Di sisi lain, tidak digunakannya kata "Allah" pada wahyu-wahyu pertama itu, adalah dalam rangka meluruskan keyakinan kaum musyrik, karena mereka juga menggunakan kata "Allah" untuk menunjuk kepada Tuhan, namun keyakinan mereka tentang Allah berbeda dengan keyakinan yang diajarkan oleh Islam.

Mereka misalnya beranggapan bahwa ada hubungan antara "Allah" dan jin (QS Al-Shaffat [37]: 158). dan bahwa Allah memiliki anak-anak wanita (QS Al-Isra' [17]: 40), serta manusia tidak mampu berhubungan dan berdialog dengan Allah, karena Dia demikian tinggi dan suci, sehingga para malaikat dan berhala-berhala perlu disembah sebagai perantara-perantara antara mereka dengan Allah (QS Al-Zumar [39]: 3).

Dari kekeliruan-kekeliruan itu, maka Al-Qur'an melakukan pelurusan-pelurusan yang dipaparkannya dengan berbagai gaya bahasa, cara dan bukti. Sekali dengan pernyataan tegas yang didahului dengan sumpah, misalnya:

Demi (rombongan) yang bershaf-shaf dengan sebenar-benarnya, dan demi (rombongan) yang melarang (perbuatan durhaka) dengan sebenar-benarnya, dan demi (rombongan) yang membacakan pelajaran. Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Esa, Tuhan langit dan bumi serta apa yang ada di antara keduanya, dan Tuhan tempat-tempat terbitnya matahari (QS Al-Shaffat [37]: 1-5).

Dalam ayat lain diajukan pertanyaan yang mengandung kecaman,

Manakah yang baik, tuhan-tuhan yang banyak bermacam- macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Mahaperkasa? (QS Yusuf [12]: 39).

Kemudian Al-Qur'an juga menggunakan gaya perumpamaan, seperti:

Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Sesungguhnya rumah yang paling rapuh adalah rumah laba- laba. kalau mereka mengetahui (QS Al-'Ankabut [29]: 41).

Ayat ini memberi perumpamaan mengenai orang-orang yang meminta perlindungan kepada selain Allah, sebagai serangga yang berlindung ke sarang laba-laba. Serangga itu tentu akan terjerat menjadi mangsa laba-laba, dan bukannya terlindung olehnya.

Bahkan jangankan serangga yang berlainan jenisnya. yang satu jenis pun seperti jantan laba-laba, berusaha diterkam oleh laba-laba betina begitu mereka selesai berhubungan seks. Kemudian telur-telur laba-laba yang baru saja menetas. saling tindih-menindih sehingga yang menjadi korban adalah yang tertindih.

Dalam kesempatan lain, Al-Qur'an memaparkan kisah-kisah yang bertujuan menegakkan tauhid, seperti kisah Nabi Ibrahim ketika memorak-porandakan berhala-berhala kaumnya (QS Al-Anbiya' [2l]: 51-71.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar